Senin, 10 November 2008

kemitraan

Berkat pola kemitraan, peternak dapat meningkatkan
usaha dengan cepat. Pasokan sarana produksinya
terjamin, pemasaran hasil panen pun mudah.
Di Sumatera Selatan telah berkembang peternakan
ayam ras pedaging (broiler) dengan pola kemitraan.
Perkembangan ayam ras pedaging ini menjawab
kebutuhan daging ayam yang semakin meningkat di
kota Pempek tersebut. Karena itu, usaha dengan
pola kemitraan ini tampaknya menjadi pilihan yang
cukup menggiurkan.
Supitan, peternak di Talang Jambe, Talang Betutu,
Sukaramai, Kota Palembang, memulai usahanya
beternak ayam secara mandiri pada 1996 hanya
dengan 500 ekor. Namun perkembangan usahanya
lambat. Untuk itu pada tahun 2000 ia menjalin
kemitraan dengan PT Primatama Karyapersada (PKP),
perusahaan perunggasan terintegrasi. Kini populasi
ayam pria lulusan SD ini meningkat hingga
mencapai 55.000 ekor.
Demikian pula, Rizal, peternak di Matamerah, Sei
Selincah, Kalidoni, Palembang. Sebelumnya ia
bekerja di sebuah perusahaan waralaba ayam ternama
di Jakarta. Sejak tahun 2000, sarjana hukum ini
bergabung dengan kemitraan PKP. Populasi ayamnya
pun naik secara nyata dari 500 ekor menjadi 32.000
ekor. “Akhirnya saya memilih untuk berwiraswasta
dengan menekuni usaha ternak ayam ini karena
sangat menguntungkan,” tandasnya.
Sedikit lain cerita Lakoni, peternak di Timbangan,
Indralaya, Ogan Ilir, Sumsel. Sebelumnya ia
menjalin kemitraan dengan perusahaan sejenis
tetapi hasilnya tidak memuaskan. Sejak bergabung
dengan PKP, jumlah ayamnya berkembang dari 4.000
ekor menjadi 21.000 ekor. “Kemitraan dengan PKP,
selain dibantu secara teknis budidaya, peternak
juga dibantu menghadapi berbagai kendala di
aturan-aturan Pemda,” ungkap Lakoni.

Saling Menguntungkan
Keberhasilan peternak kemitraan PKP di Sumsel ini
tidak lepas program kemitraan yang ditawarkan
kepada peternak mitra. Menurut Handhioko, Kepala
Cabang PKP Palembang, PKP menawarkan suatu pola
yang bisa menguntungkan bagi kedua pihak.
Perusahaan inti dan peternak plasma terlibat dalam
kegiatan produksi, pengolahan, perdagangan, sampai
pemasaran. Termasuk di dalamnya penentuan volume
produksi, kontrak kerja, harga, dan pembagian
hasil produksinya.
“Tujuan utamanya untuk menciptakan kesepakatan
kerja sama antara pengusaha pembibitan, peternak,
dan sumber modal dalam melaksanakan proses
produksi sampai kepada pemasaran hasil produksi
secara agribisnis,” lanjut Handhioko.
Teknisnya, pola kerjasama kemitraan inti plasma
diawali dengan surat perjanjian yang bersifat
mengikat. Bagi peternak sebagai plasma, perjanjian
ini merupakan ikatan jaminan pemasaran untuk ayam
yang dihasilkannya. Sementara bagi PKP sebagai
inti, perjanjian tersebut menjadi jaminan untuk
mendapat pasokan ayam dari peternak.
Supitan, Rizal, maupun Lakoni yang ditemui AGRINA
di Palembang, mengaku sangat merasakan manfaat
kemitraan. “Dengan adanya jaminan pemasaran dari
perusahaan inti, peternak akan terhindar dari
risiko tidak lakunya hasil panen dan sekaligus
mendapatkan harga produk yang wajar,” kata mereka.

Sementara itu PKP sebagai Inti menyediakan sarana
produksi peternakan, meliputi anak ayam umur
sehari (day old chick-DOC), pakan, dan
obat/vaksin. Dalam proses pemeliharaan, peternak
plasma harus mempraktikkan teknologi yang
dikehendaki inti, misalnya pemberian pakan, obat,
vitamin, dan vaksin. Alasannya, pemeliharaan yang
baik akan menguntungkan kedua belah pihak.

Nilai Plus
Untuk dapat menjadi peternak mitra, menurut
Handhioko, persyaratan utamanya adalah jujur,
dapat dipercaya, dan mudah diajak bekerja sama.
Peternak juga harus dapat menyediakan kandang dan
peralatannya, menyediakan air dan penerangan,
lokasi kandang mudah dijangkau transportasi,
peruntukan lahan dan lingkungannya pasti secara
hukum.
Peternak bisa dibilang hanya menyiapkan kandang
dan tenaga. Setelah ayam yang dipelihara berumur
35 hari dan laku dijual, peternak baru mendapat
hasilnya. “Sistem bagi hasilnya ada dua bentuk.
Pertama, setelah panen, peternak mendapat upah
(lebih sering disebut management fee) sekitar
Rp1.000 per ekor. Kedua, peternak menerima upah
dari selisih perhitungan antara jumlah modal yang
diberikan dan hasil penjualan ayam,” terang
Handhioko lagi.
Handhioko juga menambahkan, perusahaan menjamin
harga minimum ayam siap jual. Artinya, bila harga
ayam di pasaran jatuh, peternak tidak akan
dirugikan karena produksi ayam dibeli perusahaan
dengan harga dasar yang telah disepakati. Selain
itu, pada saat panen dilakukan penimbangan bobot
ayam, perhitungan jumlah ayam yang hidup, dan
perhitungan pakan yang dihabiskan. Bila hasilnya
melampaui target, peternak akan memperoleh bonus.
Setelah panen, inti akan mengambil semua pakan
ayam yang tersisa untuk menghindari kerusakan
pakan. Apabila peternak mengalami kerugian,
kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh
inti. “Bahkan bila kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kelalaian peternak, peternak
plasma masih bisa memperoleh pendapatan dari bonus
pemeliharaan ayam,” ungkap Handhioko. Inti
sendiri, menurutnya, akan mendapatkan keuntungan
dari penjualan ayam dan pembelian sarana produksi
peternakan.